Secara konseptual, lazimnya istilah
karakter dipahami dalam dua kubu pengertian. Pengertian pertama, bersifat deterministik.Di sini karakter dipahami sebagai
sekumpulan kondisi rohaniah pada diri kita yang sudah teranugerahi atau ada
dari sononya (given). Ia merupakan
kondisi yang kita terima begitu saja, tak bisa kita ubah. Ia merupakan tabiat
seseorang yang bersifat tetap, menjadi tanda khusus yang membedakan orang yang
satu dengan lainnya.
Pengertian yang kedua, bersifat nondeterministik atau dinamis. Karakter dipahami
sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi
kondisi rohaniah yang sudah given.Ia
merupakan proses yang dikehendaki oleh seseorang (willed) untuk menyempurnakan kemanusiaannya. (Saptono : 18)
Karakter atau watak menurut Ki Hajar
Dewantara adalah paduan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap,
sehingga menjadi ‘tanda’ khusus untuk membedakan orang yang satu dari orang
yang lain. Dalam bahasa Yunani dan Latin, “Character” berasal dari perkataan
“charasshein” yang artinya mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan.
Karakter itu terjadinya karena perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh
ajar.Yang dinamakan “dasar” adalah bekal hidup atau “bakatnya” anak dari alam
sebelum lahir, yang sudah menjadi satu dengan kodrat hidupnya anak (biologis).
Sedangkan yang disebut “ajar” adalah
segala sifat pendidikan dan pengajaran mulai anak dalam kandungan ibu hingga
akil bhalig yang dapat mewujudkan intelligible,
yakni tabiat yang dipengaruhi oleh masaknya angan-angan.Di dalam jiwa, karakter
itu adalah imbangan yang tetap antara hidup batinnya seseorang dengan segala
macam perbuatannya.Oleh sebab itu, menjadi “lajer” atau “sendi” di dalam
hidupnya, yang lalu mewujudkan sifat perangai yang khusus untuk satu-satunya
manusia. Oleh karena karakter itu merupakan imbangan yang tetap antara azas
kebatinan dan perbuatan lahir, maka baik atau tidaknya perangi itu, kata Ki
Hadjar bergantung pada kualitas kebatinan, yakni jiwa atau subjeknya seseorang
dan barang di luarnya jiwa yang selalu berpengaruh, yakni objek. (Jurdi,
Syarifuddin: 117)
Pendidikan karakter adalah upaya yang
dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good
character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara
objektif baik bagi individu maupun masyarakat. (Saptono: 23). Undang-undang
No. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis, serta bertanggung jawab.” (Raka, Gede : 20)
Tercantum dengan
jelas dalam undang-undang, mengenai pendidikan nasional yang bertujuan untuk
mengembangkan karakter peserta didik. Dewasa ini, dalam praktiknya pendidikan
formal di sekolah-sekolah di Indonesia belum menunjukkan adanya usaha yang
maksimal untuk mencapai tujuan sebuah Pendidikan Nasional. Akibatnya, dapat
dilihat dari kondisi Indonesia yang tengah mengalami masalah-masalah besar yang
bersumber dari buruknya karakter seseorang. Contohnya, kebiasaan korupsi yang
sulit diberantas, melemahnya rasa nasionalisme, ketidakpedulian antar sesama
manusia dan lingkungan, dan lain sebagainya.
Sumber
Raka,
Gede. 2011. Pendidikan Karakter di
Sekolah. Jakarta: PT Gramedia
Saptono.
2011. Dimensi-Dimensi Pendidikan
Karakter, Strategi, dan Langkah Praktis. Salatiga: Erlangga.
Zuchdi,
Darmiyati. 2011. Pendidikan Karakter
dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar