Senin, 31 Desember 2012

Minat Belajar Siswa di Sekolah


a.      Pengertian Minat
Menurut Sujanto Agus (1981), Minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan. Menurut Tidjan (1976:71) minat adalah gejala psikologis yang menunjukan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek sebab ada perasaan senang. Sedangkan menurut Drs. Dyimyati Mahmud (1994), minat adalah sebagai sebab yaitu kekuatan pendorong yang memaksa seseorang menaruh perhatian pada orang situasi atau aktifitas tertentu dan bukan pada yang lain, atau minat sebagai akibat yaitu pengalaman efektif yang distimular oleh hadirnya seseorang atau sesuatu obyek, atau karena berpartisipasi dalam suatu aktifitas.
Unsur-unsur yang terkandung dalam definisi minat adalah:
1.      Minat adalah gejala psikologis yang timbul dari diri seseorang
2.      Minat terjadi pada pemusatan perhatian diri seseorang
3.      Minat merupakan pengalaman yang terjadi karena rasa senang
4.      Minat menunjukkan seseorang untuk berbuat sesuai dengan tujuan.
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa minat adalah  gejala psikologis tentang sebuah pemusatan perhatian seseorang yang secara sadar tercipta karena adanya keadaan yang mendukung atau karena adanya stimulus seseorang untuk berperilaku.
b.      Pengertian Belajar
Menurut Santrock dan Yussen seperti yang dikutip Sugihartono,dkk(2007:74) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relative permanen karena adanya pengalaman. Menurut Reber seperti yang dikutip Sugihartono,dkk(2007:74), belajar adalah sebuah proses memperoleh pengetahuan dan sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2011:63), belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Ciri-ciri perilaku belajar, menurut Sugihartono,dkk (2007:74-76), adalah:
1.      Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar
2.      Perubahan bersifat kontinuedan fungsional
3.      Perubahan bersifat positif dan aktif
4.      Perubahan bersifat permanen
5.      Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
6.      Perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah:
1.      Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri indifidu itu sendiri yang meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis.
2.      Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar indifidu, yang meliputi faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh, sedangkan faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan. Faktor ekstern yang berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Belajar adalah kunci dari kesuksesaan, sehingga belajar merupakan proses awal dari pendidikan, keberhasilan sebuah pendidikan sangat bergantung pada proses yang telah dialami siswa yang berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman atau perolehan informasi, transformasi dan evaluas dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Belajar seorang siswa juga mempunyai tahap-tahap diantaranya menurut Bunner, tahap seorang siswa meliputi tahap perhatian, tahap penyimpanan dalam ingatan, tahap reproduksi dan tahap motivasi.
c.       Pengertian Minat Belajar Siswa
Minat belajar adalah aspek psikologis seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, keinginan, semangat, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman, dengan kata lain, minat belajar itu adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang terhadap proses belajar dalam mempraktekkan dan kemudian ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam mengikuti proses belajar yang ada. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi minat belajar siswa menurut Slameto (1995) antara lain:
1. Faktor-faktor internal yaitu:
a. Faktor jasmaniah
1. Faktor kesehatan, yaitu faktor keadaan fisik baik segenap dalam beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap semangat belajarnya.
2. Cacat tubuh, adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat tubuh seperti buta, tuli, patah kaki, lumpuh dan sebagainya bisa mempengaruhi proses belajar. Sebenarnya jika hal ini terjadi hendaknya anak didik tersebut dilembagakan pendidikan khusus supaya dapat menghindari kecacatannya itu.
b. Faktor psikologis
1. Intelegensi yaitu kecakapan seseorang yang terdiri dari kecakapan menghadapi dan menyesuaikan diri ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui penggunaan konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
2. Perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi kepada suatu objek atau sekumpulan objek, agar warga dapat belajar dengan baik dan selalu mengusahakan bahan pelajarannya selalu menarik perhatian siswanya.
3. Minat yaitu kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
4. Bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.
5. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan response atau bereaksi kesediaan itu timbul dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar, seperti halnya jika kita mengajar ilmu filsafat kepada anak-anak yang baru duduk dibangku sekolah menengah, anak tersebut tidak akan mampu memahami atau menerimanya. Ini disebabkan pertumbuhan mentalnya belum matang untuk menerima pelajaran tersebut.
2. Faktor-faktor eksternal yaitu:
a. Faktor keluarga, terdiri dari:
1. Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik anaknya sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Jika orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya (acuh tak acuh terhadap belajar anaknya) seperti tidak mengatur waktu belajar, tidak melengkapi alat belajarnya dan tidak memperhatikan apakah anaknya belajar atau tidak, semua ini berpengaruh pada semangat belajar anaknya, bisa jadi anaknya tersebut malas dan tidak bersemangat belajar. Hasil yang didapatkannya pun tidak memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya. Mendidik anak tidak baik jika terlalu dimanjakan dan juga tidak baik jika mendidik terlalu keras. Untuk itu, perlu adanya bimbingan dan penyuluhan yang tentunya melibatkan orang tua, yang sangat berperan penting akan keberhasilan bimbingan tersebut.
2. Suasana rumah
Suasana rumah dimaksudkan adalah situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi didalam keluarga, dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, ramai dan semrawut tidak member ketenangan kepada anaknya yang belajar. Biasanya ini terjadi pada keluarga yang besar dan terlalu banyak penghuninya, suasana rumah yang tegang, ribut, sering cekcok, bias menyebabkan anak bosan di rumah, dan sulit berkonsentrasi dalam belajarnya. Dan akibatnya anak tidak semangat dan bosan belajar, karena terganggu oleh hal-hal tersebut. Untuk memberikan motivasi yang mendalam pada anak-anak perlu diciptakan suasana rumah yang tenang, tentram dan penuh kasih saying supaya anak tersebut betah dirumah dan bias berkonsentrasi dalam belajarnya.
3. Keadaan ekonomi keluarga
Dalam kegiatan belajar, seorang anak akadang-kadang memerlukan sarana prasarana atau fasilitas-fasilitas belajar seperti buku, alat-alat tulis dan sebagainya. Fasilitas ini hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang, jika fasilitas tersebut tidak dapat dijangkau oleh keluarga. Ini bias menjadi faktor penghambat dalam belajar tapi sianak hendaknya diberi pengertian tentang hal itu. Agar anak bisa mengerti dan tidak sampai mengganggu belajarnya.
b. faktor satuan pendidikan, antara lain:
1. Metode pengajaran
2. Kuriulum
3. Pekerjaan rumah.

Sumber:
Yamin, Martinis. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press.
Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Gunarti, Winda,dkk. 2005. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak        Usia Dini. Jakarta:Universitas Terbuka.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Siswoyo, Dwi, dkk. 2011. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.



Model Pembelajaran Guru


Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Model pembelajaran guru sama halnya dengan metode pembelajaran guru, hal ini sesuai dangan konsep bahwa metode pembelajaran guru merupakan cara yang dilakukan dalam proses pembelajaran agar pembelajaran berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan guru maupun siswa sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal. Model pembelajaran atau metode pembelajaran menurut Sugihartono, dkk. (2007:81-84), terdiri dari berbagai macam diantaranya:
a.       Metode ceramah
b.      Metode latihan
c.       Metode tanya jawab
d.      Metode karyawisata
e.       Metode demonstrasi
f.       Metode sosiodrama
g.      Metode bermain peran
h.      Metode diskusi
i.        Metode pemberian tugas dan resitasi
j.        Metode eksperimen, dan
k.      Metode proyek.
Sebagai seorang guru, harus selalu berperan aktif dalam lingkup pendidikan di dalam kelas maupun diluar kelas. Hal ini sejalan dengan peran seorang guru yakni sebagai pengajar, pembimbing, dan sebagai administrator kelas. Guru sebagai seorang pengajar harus merancanakan dan melaksanakan pembelajaran, oleh karenanya guru dituntut untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan keterampilan mengajar. Guru sebagai pembimbing diharapkan dapat memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi, peranan ini tergolong dalam aspek pendidikan karena guru tidak hanya menyampaikan imu pengetahuan, melainkan juga mendidik untuk mengalihkan nilai-nilai kehidupan. Hal ini memjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah sikap yang mengubah tingkahlaku  peserta menjadi lebih baik. Dan guru sebagai administrator kelas berperan dalam pengelolaan proses belajar mengajar di dalam kelas maupun di luar kelas (model pembelajaran langsung).
Adapun model pembelajaran langsung, menurut menurut Arends (Trianto, 2011 : 29) adalah “Salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah”. Sejalan dengan widaningsih, Dedeh (2010:150) bahwa pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan mengenai bagaimana orang melakukan sesuatu, sedangkan pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan tentang sesuatu. Pembelajaran langsung tidak sama dengan metode ceramah, tetapi ceramah dan resitasi (mengecek pemahaman dengan tanya jawab) berhubungan erat dengan model pembelajaran langsung. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya film, tape recorder, gambar,  peragaan, dan sebagainya. Menurut Widaningsih, Dedeh (2010:151) Ciri-ciri Pengajaran Langsung adalah sebagai berikut :
1.      Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar.
2.      Pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
3.  Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pengajaran.

Sumber:
Colin Marsh. (1996). Handbook for beginning teachers. Sydney : Addison Wesley Longman Australia Pry Limited.
Sardiman, A. M. (2004). Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Jakarta: Rajawali.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Siswoyo, Dwi, dkk. 2011. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.



Sabtu, 29 Desember 2012

Pendidikan Karakter sebagai Pendidikan Nasional


Secara konseptual, lazimnya istilah karakter dipahami dalam dua kubu pengertian. Pengertian pertama, bersifat deterministik.Di sini karakter dipahami sebagai sekumpulan kondisi rohaniah pada diri kita yang sudah teranugerahi atau ada dari sononya (given). Ia merupakan kondisi yang kita terima begitu saja, tak bisa kita ubah. Ia merupakan tabiat seseorang yang bersifat tetap, menjadi tanda khusus yang membedakan orang yang satu dengan lainnya.
Pengertian yang kedua, bersifat nondeterministik atau dinamis. Karakter dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi rohaniah yang sudah given.Ia merupakan proses yang dikehendaki oleh seseorang (willed) untuk menyempurnakan kemanusiaannya. (Saptono : 18)
Karakter atau watak menurut Ki Hajar Dewantara adalah paduan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi ‘tanda’ khusus untuk membedakan orang yang satu dari orang yang lain. Dalam bahasa Yunani dan Latin, “Character” berasal dari perkataan “charasshein” yang artinya mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan. Karakter itu terjadinya karena perkembangan dasar yang telah terkena pengaruh ajar.Yang dinamakan “dasar” adalah bekal hidup atau “bakatnya” anak dari alam sebelum lahir, yang sudah menjadi satu dengan kodrat hidupnya anak (biologis).
Sedangkan yang disebut “ajar” adalah segala sifat pendidikan dan pengajaran mulai anak dalam kandungan ibu hingga akil bhalig yang dapat mewujudkan intelligible, yakni tabiat yang dipengaruhi oleh masaknya angan-angan.Di dalam jiwa, karakter itu adalah imbangan yang tetap antara hidup batinnya seseorang dengan segala macam perbuatannya.Oleh sebab itu, menjadi “lajer” atau “sendi” di dalam hidupnya, yang lalu mewujudkan sifat perangai yang khusus untuk satu-satunya manusia. Oleh karena karakter itu merupakan imbangan yang tetap antara azas kebatinan dan perbuatan lahir, maka baik atau tidaknya perangi itu, kata Ki Hadjar bergantung pada kualitas kebatinan, yakni jiwa atau subjeknya seseorang dan barang di luarnya jiwa yang selalu berpengaruh, yakni objek. (Jurdi, Syarifuddin: 117)
Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat. (Saptono: 23). Undang-undang No. 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “ Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.” (Raka, Gede : 20)
Tercantum dengan jelas dalam undang-undang, mengenai pendidikan nasional yang bertujuan untuk mengembangkan karakter peserta didik. Dewasa ini, dalam praktiknya pendidikan formal di sekolah-sekolah di Indonesia belum menunjukkan adanya usaha yang maksimal untuk mencapai tujuan sebuah Pendidikan Nasional. Akibatnya, dapat dilihat dari kondisi Indonesia yang tengah mengalami masalah-masalah besar yang bersumber dari buruknya karakter seseorang. Contohnya, kebiasaan korupsi yang sulit diberantas, melemahnya rasa nasionalisme, ketidakpedulian antar sesama manusia dan lingkungan, dan lain sebagainya.

Sumber
Raka, Gede. 2011. Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta: PT Gramedia
Saptono. 2011. Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter, Strategi, dan Langkah Praktis. Salatiga: Erlangga.
Zuchdi, Darmiyati. 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.


Kekuatan Politik di Indonesia


            KEKUATAN POLITIK MILITER

Awal kehadiran militer dalam panggung politik di Indonesia erat kaitannya dengan sejarah kehadiran Negara Republik Indonesia yang diraih melalui revolusi fisik perang kemerdekaan, dimana pada periode ini dan bahkan pada periode setelah Indonesia merdeka peran dan kehadiran militer sangat diperhitungkan dalam ikut mengantarkan serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa aktor militer di Indonesia, hadir menjadi kekuatan politik yang sangat menentukan pentas politik nasional, khususnya pada mas Orde Baru:
a. Militer di Indonesia merupakan kekuatan politik yang memiliki organisasi paling solid dibanding dengan kekuatan politik lainnya. Kelebihannya yaitu, memiliki ideologi yang paling jelas, memiliki garis komando dalam kepemimpinan, memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.
b.  Militer di Indonesia memiliki hak historis untuk ikut mengatur dan menentukan arah perjalanan Bangsa Indonesia.
c.  Kekuatan politik dari kalangan politisi sipil di Indonesia masih terfragmentasi sehingga dianggap menimbulkan keraguan di mata publik dalam  memimpin Indonesia.
d. Politisi sipil belum memiliki suatu model pengkaderan kepemimpinan yang berkualitas sebagaimana yang dimiliki oleh militer.
e.  Adanya produksi dan reproduksi wacana selama kurang lebih 30 tahun yang diproduksi oleh aparatus negara.
Seiring dengan dinamika perkembangan politik di Indonesia yang sering disebut sedang dalam masa transisi demokrasi, semenjak reformasi bergulir peran militer dalam ranah politik secara bertahap kewenangannya. Kewenangan militer dikurangi dan pada akhirnya militer dikembalikan peranannya menuju pada militer profesional, yakni menjadi militer yang mremiliki kompetensi di bidang pertahanan.
Sejarah politik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah kehadiran kekuatan politik militer, oleh karenanya untuk dapat memahami dinamika politik Indonesia secara baik, tidak bisa mengabaikan pembahasan pada peran militer dalam sejarah politik Indonesia. Kajian pada politik Indonesia menjadi tidak akan komprehensif jika tidak membahas posisi militer dalam pentas politik nasional Indonesia.

                       KEKUATAN POLITIK PARTAI POLITIK

Tapak-tapak penting partai politik dalam sejarah perpolitikan Indonesia antara lain sejarah telah menulis dengan tinta emas, melalui rahim partai politiklah  gagasan tentang Indonesia merdeka lahir dan bersemi pada era masa pergerakan nasional. Bahkan jauh hari sebelum Negara Indonesia yang merdeka lahir.
Pada era yang sering disebut dengan Demokrasi Parlementer atau ada juga yang menyebutnya dengan Demokrasi Liberal (1945-1959), partai politik di Indonesia mendapatkan ruang gerak yang sangat luas. Partai politik dengan terbuka dapat mengekspresikan pilihan ideologinya melalui berbagai forum, media massa yang tersedia pada era tersebut. Garis ideologi yang ada di partai memiliki pengaruh yang kuat pada arah kebijakan pemerintahan. Maka pada era ini dalam sejarah politik Indonesia dikenal juga dengan lahirnya aliran politik.
Aliran-aliran pemikiran politik yang hadir dalam kehidupan politik Indonesia pada Era Demokrasi Liberal, yang mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia dapat dikelompokkan kedalam lima aliran pemikiran politik, yakni.
1.         Sosialisme Radikal (PSI).
2.         Nasionalis Radikal (PNI & PKI).
3.         Politik Islam Tradisional (Partai NU).
4.         Islam Modernis (Partai Masyumi).
5.         Tradisionalis (partai-partai politik lokal).
Fungsi partai politik untuk melakukan pendidikan politik (political education) kepada masyarakat Indonesia untuk mendorong rakyat agar mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik, menunaikan hak-hak politiknya pada satu sisi serta kewajiban politik pada sisi yang lain dapat berjalan dengan baik.
Partai politik pada Era Demokrasi Parlementer juga dapat menjalankan fungsi-fungsi komunikasi politik, interest articulation, interest agrigation, political recruitment, dan manajemen politik dengan cukup memadai. Demikian juga pada Era Orde Lama (Demokrasi Terpimpin) 1959-1965 walaupun peran partai tidak sebesar pada Era Demokrasi Parlementer, partai politik tetap memiliki peran penting dalam kehidupan politik di Indonesia.
Kondisi yang kurang lebih sama diterima oleh partai politik pada Era Rezim Orde Baru, partai politik pada era ini mengalami kebijakan yang sering disebut sebagai kebijakan restruktrisasi politik dan deideologisasi partai politik. Dengan kebijakan tersebut partai politik di Indonesia jumlahnya dibatasi hanya tinggal tiga partai yakni PPP, PDI, ditambah Golkar dengan ideologi yang sama,yaitu asas tunggal Pancasila. Pada Era Orde Baru posisi partai politik lebih tidak berdaya berhadapan dengan pemerintah.
Kondisi kehidupan partai politik yang memprihatinkan baru mulai memiliki peluang ada perbaikan ketika kran demokrasi terbuka yang dimulai dengan peristiwa jatuhnya rezim Soeharto pada 1998. Semenjak bergulirnya Era reformasi sejak 1998, kehidupan politik di Indonesia memiliki peluang, untuk kembali melakukan penataan dan konsolidasi menuju ke suatu tatanan kehidupan politik yang demokratis. Konsolidasi kehidupan politik menuju suatu tatanan yang demokratis antara lain ditandai dengan diselenggarakannya suatu pemilu yang demokratis, secara periodik, mulai dari 1999, 2004, dan 2009.
Partai politik di Indonesia yang dilahirkan melalui proses pemilu 2009. Dari waktu ke waktu mengalami proses deligitimasi dari rakyat pemilih Indonesia. Faktornya antara lain.
1.         Hampir sema partai politik mengalami konflik internal.
2.         Hampir semua partai politik kadernya ada yang terjerat kasus korupsi.
3.         Gaya hidup mewah yang dipertontonkan oleh para politisi yang mewakili partai politik.
4.         Terjadinya berbagai skandal moral-seksual politisi.
5.         Munculnya fenomena politik kartel di lingkungan partai politik.

Public Speaking


Public speaking merupakan suatu hal yang sangat erat kaitannya dengan interaksi social yangmana seseorang harus mampu berbicara didepan pendengar baik formal maupun informal. Seorang public speaker harus mampu menempatkan dirinya sebagai pembicara dan sebagai pendengar. Dengan kata lain seorang public speaker harus dapat menghargai seorang pendengar, karena dengan itu seorang pendengar akan merasa dihormati oleh seorang pembicara, bukan sebagai pendengar saja tapi juga saling terkait antara pembicara dengan pendengar agar supaya seorang pendengar tidak bosan dengan keadaan yang ada.
Tidak menutup kemungkinan seorang pendengar dalam suatu acara atau seminar yang dihadapi oleh seorang public speaker mempunyai taraf kecerdasan yang berbeda-beda. Karena yang dihadapi oleh public speaker bukan hanya seorang pendengar akan tetapi berbagai orang pendengar dari kalangan manapun. Sehingga apa yang disampaikan oleh public speaker terhadap pendengar pastilah mempunyai pemahaman yang berbeda-beda dimata pendengar. Hal ini disebabkan karena latar belakang pendidikan, pengalaman dan taraf kecerdasan yang diperoleh oleh khalayak.
Seorang public speaker harus dapat mengusahakan dirinya agar khalayak mampu menjadi pendengar yang aktif, sehingga hal yang perlu dilakukan oleh public speaker adalah “memberikan pengantar yang menarik” dengan tujuan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan bagi pendengar, “menciptakan kewibawaan” dengan maksud untuk menciptakan kemampuan yang menarik dan penampilan yang simpatik agar khalayak menjadi tidak bosan dengan keadaan yang ada, “menciptakan landasan pengetahuan yang sama” dengan tujuan agar pembicara dapat menyesuaikan taraf pengetahuan dengan khalayak sehingga seorang public speaker mampu membawa khalayak kedalam taraf pengetahuan yang leih tinggi. Akan tetapi ada beberapa halangan-halangan menjadi pendengar yang baik antara lain:
1.      Kesulitan mendengarkan apa yang dibicarakan oleh public speaker karena sebab-sebab teknis.
2.      Gangguan dalam pandangan
3.      Hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian
4.      Kelelahan atau keadaan sakit
5.      Waktu yang terbatas
6.      Dan lain sebagainya
Dalam kaitannya dengan hal ini, seorang public speaker sebaiknya mempunyai berbagai pengetahuan dan kemampuan agar dapat melakukan public speaking dengan baik dan benar. Kemampuan-kemampuan tersebut diantaranya adalah:
1.      Mampu menyajikan materi dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah dimengerti oleh pendengar
2.      Menyajikan bahan materi secara sistamatis
3.      Menguasai materi dengan baik
4.      Menyesuaikan diri dengan khalayak secara cepat
5.      Tidak menimbulkan ketegangan walaupun kadang-kadang menyajikan hal-hal yang bersifat kontroversional
6.      Membentuk opini yang positif
7.      Berdiskusi dengan lancer
8.      Membimbing khalayak kea rah kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi secara mandiri, serta
9.      Mengakui keterbatasan pengetahuan.
Sehingga seorang public speaker mampu menerapkan berbagai pengalaman dan peranan sekaligus terhadap khalayak yang dihadapi.

Jumat, 28 Desember 2012

PAMERAN KONASPI 7



Pameran Konaspi (konfrensi nasional pendidikan ) yang ke-7 berlangsung pada hari rabu,31 Oktober 2012 sampai hari sabtu, 3 November 2012. Pameran Konaspi yang ke-7 ini diadakan di Yogyakarta, tepatnya di Pendopo Amplaz dan Universitas Negeri Yogyakarta-lah yang bertugas sebagai tuan rumah dalam acara tersebut. Konaspi adalah acara pertemuan rutin yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTKI) Nasional. Acara ini diadakan setiap 4 tahun sekali di setiap universitas dengan tujuan untuk mengevaluasi kegiatan pendidikan yang berlangsung secara 5 tahun sebagai penentuan rumusan masalah untuk memperbaiki keadaan pendidikan.
Pameran Konaspi kali ini mengusung tema tentang pendidikan karakter yakni “Memantapkan Karakter Bangsa Menuju Generasi 2045”. Tema ini sesuai dengan melihat keadaan bangsa Indonesia saat ini yang kualitas moral baiknya diambang krisis moral atau terjadinya degradasi moral. Hal ini diciptakan guna menciptakan generasi yang memiliki karakter mulia , bermartabat serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Acara konaspi 7 dihadiri oleh beberapa universitas diantaranya UNY (FIS, FE, FT, FIP, FMIPA, FIK, LPPM UNY, PSW UNY, dll), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri Padang (UNP), Universitas Negeri Surabaya, Universitas Negeri Semarang, Universitaas Negeri Makasar, Universitas Pendidikan Ganesha, dll.
Setiap universitas dari berbagai fakultas dan lembaga di UNY menampilkan berbagai macam karya mahasiswa dan dosen. Di FBS misalnya dari hasil wawancara saya oleh salah satu dosen FBS, beliau menerangkan bahwa dalam pameran konaspi yang ke-7 ini FBS menampilkan dan menawarkan karya-karya seni berupa batik yang dibuat mahasiswa langsung dari Imogiri dan kerajinan yang tebuat dari kayu dan kawat-kawat yang sudah tidak terpakai menjadi motif cincin, topeng dan lain-lain. Bukan hanya itu FBS juga menawarkan pengunjung untuk membuat motif batik sendiri dengan disediakannya kain putih dan peralatan membatik, tujuan utama dari itu semua adalah agar dapat memperkenalkan karya kreatifitas mahasiswa yang mana hal tersebut akan dipasarkan sesuai dengan minat pemasaran global.
Dari FIS juga tak kalah menarik penampilannya di pameran konaspi 7 FIS mempersembahkan buku-buku dan jurnal karya mahasiswa dan dosen. Bukan hanya itu hasil yang mereka dapatkan dari penjualan buku dan jurnal meraka persembahkan untuk bakti sosial hal ini erat kaitannya dengan rasa solidaritas tinggi terhadap sesama manusia. Dalam acara ini FIS bertujuan untuk mahasiswa agar dapat menjadikan buku dan jurnal ini sebagai reverensi dan cakap dalam membuat inspirasi untuk membuat karya buku dan jurnal yang lebih bagus dari sebelumnya.
Lain halnya dengan FT, dari  hasil wawancara saya kepada saudari Gita jurusan tata busana 2010. Tujuan dari FT sendiri tentang diadakannya pameran ini adalah memperkenalkan produk kepada masyarakat yang telah berkunjung ke pameran konaspi 7 untuk memperkenalkan discovery dan invention karya mahasiswa FT UNY  agar masyarakat dapat mempermudah dalam memecahkan suatu urusan. Dari sinilah FT mempersembahkan karya-karya mahasiswanya yang belum pernah ada sebelumnya seperti alat bantu pembelajaran huruf brailler, game uloondo dan masih banyak lagi.
Dari Surabaya UNESA misalnya dalam pameran konaspi kali ini UNESA memperkenalkan dan menawarkan jurnal dan buku-buku karya mahasiswa dan dosen. Hal ini sama dengan apa yang di tampilkan oleh FIS UNY. Akan tetapi mereka mempunyai tujuan tersendiri dari hasil karya-karya mahasiswa dan dosen ini mereka mempersembahkan kepada mahasiswa agar mampu memahami lebih dalam tentang bidang kuliah yang ditekuni seperti adanya buku filsafat sosial dan pengembangan pendidikan karakter. Mereka dalam acara ini juga mampu memperkenalkan universitas mereka di Surabaya dari berkembangnya seperti apa dan keberadaannya sekarang seperti apa.
Beda halnya dengan Universitas Ganesha, Ganesha mempersembahkan produk mahasiswa berupa kerajinan dari batu seperti adanya batu giok untuk aksesoris seperti cincin, bros, anting dal lainnya. Bentuk dan warnanya sangat menarik juga tidak kalah penting dengan harganya karena harga yang ditawarkan cukup menguras kantong mahasiswa bahkan menguras kantong kaum elit, akan tetapi tujuan utamanya adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat bahwa dari tangan mahasiswa mereka dapat menghasilkan kerajinan yang kreatif, akan tetapi kerajinan ini belum merambah ke pasar global, mereka hanya menawarkannya ke pasar lokal karena bisa dibilang hasil kreatifitas itu merupakan hal yang baru bagi mereka.
Dari berbagai wawancara tiap universitas yang saya lakukan dalam pameran konaspi 7, saya dapat menyimpulkan bahwa perkembangan pemikiran manusia akan terus menghasilkan sesuatu jika ada kemauan dan usaha yang keras dari tiap individu dan kelompok, hal ini erat kaitannya dengan prespektif perkembangan dunia global yang mana membutuhkan pemikiran-pemikiran baru yang kreatif  dan inovatif. Tentang pamerannya sendiri “ pameran konaspi 7 “ dari sinilah tiap-tiap universitas Indonesia dapat memperkenalkan karya-karya mereka sebagai hasil dari kreativitas mereka.